b12

.....SILATURRAHIM dan berbagi setiap hal yang bermamfaat dan membawa hikmah - saling mengingatkan, mencoba sampaikan dan lakukan... El Sa Ha...

Dialog Bung Karno Dengan Seorang Waliyullah

Suatu hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Syekh Kadirun Yahya, anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU) yang juga menguasai lebih dari 17 bahasa international ini

Bung Karno (BK): Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap tahu, tapi semua jawaban tidak ada yang memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysica-man.
Syekh Kadirun Yahya (SKY): Apa soalnya Bapak Presiden?
BK: Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya mengajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?
SKY: Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.
BK: Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok, saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga.
Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!!! Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya, berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit‘t geheim?
Syekh Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas.
SKY: Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudah-mudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit, saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan.
Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama-sama : eksakta.
SKY menulis dikertas:10/10 = 1.
BK menjawab: Ya.
SKY: 10/100 = 1/10.
BK: Ya.
SKY: 10/1000 = 1/100.
BK: Ya.
SKY: 10/bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
SKY: 1000000/ bilangan tak berhingga = 0.
BK: Ya.
SKY: Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
SKY: Dosa dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0.
BK: Ya.
SKY: Nah…, 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga. Perlu diingat bahwa Allah adalah Maha takberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Maha Akbar, mengikutsertakan Yang Maha Besar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung dihadapkan pada dosanya yang banyak, maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.
BK diam sejenak lalu bertanya: Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan?
SKY: Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1 mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama.
BK berdiri dan berucap: Professor, you are marvelous, you are wonderful, enourmous. Kemudian dia merangkul dan mencium tangan SKY tersebut lalu berkata: Profesor, doakan saya agar saya dapat mati dengan senyum di belakang hari.
Tidak lama Beberapa tahun kemudian, Bung karno meninggal dunia dalam keadaan Khusnul Khotimah. Resensi-resensi harian-harian dan majalah-majalah ibukota yang mengkover kepergian beliau, selalu memberitakan bahwa beliau Bung Karno dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya.

trilogi TASAWUF

Apakah yang dimaksud dengan trilogi tasawuf? Menurut Sayid Bakari, trilogi tasawuf merupakan kumpulan tingkatan penting dalam olah spiritual seorang salik. Ia menyebutkan, sedikitnya ada tiga tahapan dalam dunia tasawuf yang harus dilalui oleh para salik. Ketiga jenjang ini pada dasarnya adalah pengejewantahan dari makna takwa.
Agar tidak terjadi ketimpangan, maka ketiganya harus diterapkan secara keseluruhan, yakni syariat, tarekat, dan hakikat untuk mencapai puncak makrifat (pengetahuan). Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar.
Jika dianalogikan, maka syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah bahteranya, dan hakikat adalah pulau yang hendak dituju dari perjalanan itu. Dengan demikian, hakikat tak akan mampu dituju oleh salik, tanpa menggunakan perahu dan melalui bahtera.
Syariat adalah wujud ketaatan salik kepada agama Allah dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Menurut Syekh Ali bin al-Haitami, syariat adalah segala sesuatu yang ditanggungkan kepada seorang hamba. Sedangkan hakikat adalah inti dan makna dari perkara tertentu.
Syariat diperkuat dengan hakikat dan hakikat dibatasi oleh ketentuan hukum syariat. Sehingga, keberadaansyariat seharusnya mampu mendorong komunikasi langsung syu/wtf antara seorang hamba dan khalik tanpa perantara apa pun.
Selanjutnya, makna dari tarekat adalah aktivitas dan sikap kecenderungan berhati-hati, utamanya menghadapi gemerlap dunia. Misalnya, bersikap wara, yang menurut al-Qusyairi diartikan dengan keberanian meninggalkan perkara yang tak jelas asal-usul dan hukumnya syubhat.
Sedangkan bagi al-Ghazali, waramemiliki empat level yang berbeda. Tingkatan yang paling rendah adalah warakalangan awam. Tingkat waraini bisa dibuktikan dengan meninggalkan perkara yang dihukumi haram oleh para ahli fikih. Di antaranya riba dan bentuk transaksi tidak sah lainnya. Level kedua waraadalah tingkatan orang saleh yaitu meninggalkan syubhat.
Di susul kemudian dengan tingkatan warayang ketiga ialah nwapara ahli takwa. Warayang dilakukan bukan sekadar meninggakan hal yang dilarang ataupun syubhat, tetapi meninggalkan perkara yang memang jelas-jelas halal dan diperbolehkan agama. Hanya saja, takut yang berlebihan bisa menimbulkan masalah. Sedangkan tingkatan wara tertinggi adalah waraorang-orang yang tulus dengan meninggalkan segala kecacatan.
Jenjang tertinggi dalam dunia tasawuf adalah hakikat,yaitu keberhasilan salik mencapai arti dari sebuah ritual tertinggi, yakni makrifat. Makrifat adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan melihat cahaya penampakan tajalliakan Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali raya///merupakan penglihatan di dalam hati terhadap cahaya-cahaya alam gaib, terlebih khusus cahaya Allah SWT.
Makna ini selaras dengan pendapat yang disampaikan oleh al-Qusyairi, tatkala membedakan antara definisi syariat dan hakikat. Menurut dia, syariat adalah melaksanakan ritual penghambaan dan hakikat adalah melihat esensi dan ketuhanan dengan hatinya.
Untuk mencapai ketiga piramida trilogi tasawuf ini bukan hal mudah. Makanya, imam as-Syarani menegaskan dalam mukaddimah kitab al-Manan al-Kubra, bahwa hampir seluruh syekh tarekat tasawuf sepakat bahwa tak seorang pun boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan tentang hakikat, kecuali telah menguasai syariat secara benar dan mendalam.
Langkah ini pulalah yang ditekankan oleh sejumlah tokoh tarekat terkemuka lainnya. Seperti Syekh Abu al-Hasan as-Syadzlili, pendiri tarekat as-Syadziliyah. "Barangsiapa yang kehilangan akar tak akan berhasil mencapai puncak," kata imam as-Syarani sebagaimana dinukil Sayid Bakari. eri ed syafruddin el-flkri. http://bataviase.co.id/node/449781
 Ringkasan : Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar. Jika dianalogikan, maka syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah bahteranya, dan hakikat adalah pulau yang hendak dituju dari perjalanan itu. Misalnya, bersikap wara, yang menurut al-Qusyairi diartikan dengan keberanian meninggalkan perkara yang tak jelas asal-usul dan hukumnya syubhat. Menurut dia, syariat adalah melaksanakan ritual penghambaan dan hakikat adalah melihat esensi dan ketuhanan dengan hatinya. Makanya, imam as-Syarani menegaskan dalam mukaddimah kitab al-Manan al-Kubra, bahwa hampir seluruh syekh tarekat tasawuf sepakat bahwa tak seorang pun boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan tentang hakikat, kecuali telah menguasai syariat secara benar dan mendalam.